Jumat, 26 April 2024, Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (FIB UNAIR) mengadakan acara kuliah tamu yang mengangkat topik menarik tentang “Roman Medan (1930-an – 1960-an): Gerakan Anti Kanon Kolonial dan Literasi Alternatif”. Acara ini diselenggarakan dalam rangka memberikan wawasan mendalam kepada mahasiswa tentang peran Roman Medan dalam gerakan literasi alternatif di Indonesia.
Dr. Suryadi, seorang pakar dari Leiden University, dihadirkan sebagai pembicara utama dalam acara tersebut. Beliau telah meneliti secara mendalam tentang Roman Medan dan kontribusinya dalam melawan hegemoni sastra kolonial serta mengembangkan literasi alternatif di Indonesia.
Moderator acara ini adalah Rima Firdaus, M.Hum, yang memandu jalannya diskusi dengan lancar dan memberikan pengantar yang informatif kepada para peserta.
Dalam paparannya, Dr. Suryadi menjelaskan bahwa Roman Medan merupakan fenomena sastra yang sangat berpengaruh pada masanya, eksis dari tahun 1930-an hingga 1960-an. Roman ini tidak hanya mempengaruhi masyarakat Medan, tetapi juga berdampak luas di wilayah Sumatera dan bahkan Indonesia secara keseluruhan.
Dr. Suryadi menyampaikan bahwa kuliah ini adalah bagian dari tanggung jawabnya selama setahun terakhir di universitas tersebut. Ini merupakan kuliah ketiga yang beliau berikan, “sebagai bagian dari mata kuliah sejarah kesusastraan yang diajar oleh Bu Adi, dengan bantuan dari Mbak Rima dan Bu Ida” Terang Dr. Suryadi.
Materi kuliah ini difokuskan pada beberapa aspek penting terkait Roman Medan. Pertama-tama, Dr. Suryadi membahas tentang konteks historis munculnya Roman Medan di tengah perkembangan industri perkebunan Belanda di Sumatera Timur pada awal abad ke-20. Medan, sebagai pusat industri perkebunan yang pesat, menjadi tempat berkembangnya gerakan sastra alternatif ini.
Selanjutnya, Dr. Suryadi menjelaskan tentang struktur dan isi dari Roman Medan, termasuk seri-seri yang ada, aspek kepengarangan, penerbitan, distribusi, dan konsumsi. Roman Medan tidak hanya menjadi wadah untuk ekspresi sastra, tetapi juga menjadi media yang memperluas wacana sosial, politik, dan budaya di Indonesia.
Dr. Suryadi juga menyoroti peran Roman Medan dalam gerakan kebudayaan dan politik antikolonial, khususnya sebagai gerakan anti-Balai Pustaka. Roman Medan merupakan alternatif sastra bagi masyarakat pribumi yang menolak hegemoni sastra kolonial yang diwakili oleh Balai Pustaka.
Terakhir, Dr. Suryadi membahas kontribusi Roman Medan dalam pengembangan literasi alternatif di Indonesia pada paruh pertama abad ke-20. Roman ini tidak hanya memberikan wadah bagi penulis-penulis lokal untuk mengekspresikan diri, tetapi juga memperluas akses literasi bagi masyarakat luas.
Acara kuliah tamu ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada mahasiswa tentang peran Roman Medan dalam gerakan literasi alternatif di Indonesia. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang sejarah kesusastraan Indonesia, diharapkan mahasiswa dapat menghargai dan memperkaya karya sastra lokal yang menjadi bagian penting dari warisan budaya bangsa.
source
https://unair.ac.id