Serat Ambiya and Macapatan: Oral Folklore Traditions of Kemloko Village

Jumat (24/05/2024) dan Sabtu (25/05/2024) lalu, mahasiswa S1 Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (FIB UNAIR) angkatan 2022 telah sukses melakukan Praktik Kuliah Lapangan (PKL) ke Desa binaan yaitu di Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar, Jawa Timur. 

Sesuai dengan visinya berupa perwujudan Desa Eduwisata dan Ekowisata berbasis keunggulan lokal yang mencerminkan Kekhasan Desa, masyarakat dengan bangga melestarikan budaya-budaya lokal seperti Reog Bulkiyo, Genjring, Jaranan, Jedor, Sawung Galing dan Macapat.

Pada kesempatan kali ini, kunjungan dilakukan untuk pemenuhan penugasan mata kuliah Folklor dan Analisis Wacana. Tentunya, mahasiswa dapat belajar banyak hal mengenai tradisi kolektif yang penuh dengan nilai spiritual dan sejarah. Tak heran kegiatan tersebut mendapat banyak respon positif dari masyarakat Desa Kemloko pada khususnya.

Objek penelitian mahasiswa adalah folklor lisan Tembang Macapat naskah Serat Ambiya. Naskah tersebut berisi tentang cerita para nabi di kalangan masyarakat Jawa. Wujud asli berupa tulisan Arab pegon dengan bahasa Kawi dan kini sudah diterjemahkan dalam tulisan latin. Pembacaanya melalui kesenian tradisional yaitu dengan cara ‘nembang’ Macapatan. 

Tradisi ini biasanya terdapat dalam acara kelahiran bayi, “Serat Ambiya saya mengenal, yaitu di waktu acara kelahiran bayi. Nah, ini memang tradisi di sini. Serat Ambiya itu dibaca pada waktu ada kelahiran bayi, mulai kelahiran hari pertama sampai sepuluh hari, delapan sampai sepuluh hari. Istilahnya, di sini, delapan sampai sepuluh hari itu sepasaran, sepasaran bayi. Memberi nama bayi dan sebagainya. Lalu, apa tujuannya kelahiran bayi kok dibacakan ini? Nah, bayi itu kan masih putih, masih suci. Belum terkontaminasi dengan masyarakat. Akhirnya, kalau dilantunkan tembang-tembang seperti ini yang isinya itu sejarah nabi, mungkin besok besarnya anak itu bisa solih atau solihah. Dapat berkahnya membaca Ambiya karena Ambiya itu tidak hanya bacaan biasa. Namun, ini mengandung kisah-kisah nabi” tutur Yuswinarko, salah satu budayawan asli Desa Kemloko.

Lantunan Serat Ambiya tersebut bertahap dari hari pertama hingga kesepuluh kelahiran bayi. Tetapi pada kegiatan PKL kali ini, serat dibacakan lengkap dengan durasi 7 jam penuh dari pukul 20.00 WIB hingga 03.00 WIB dini hari. Sebelum pembacaan dimulai, mahasiswa diajak untuk berdoa bersama sebagai bentuk rasa hormat kepada leluhur yang dipimpin oleh budayawan dan jajaran desa.

Pesan yang terkandung dalam Serat Ambiya serta makna dari tembang Macapat menjadi pembelajaran penting sebagai bentuk konkret pemahaman folklor dan pelestariannya. Sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, sudah seyogyanya mempunyai tanggungjawab untuk  menjaga budaya kesenian tradisional Indonesia.

source
https://unair.ac.id