FIB UNAIR Lecturer Becomes Speaker on “Revisiting the Sea” Panel

Surabaya, 30 Juli 2024 – Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Diah Ariani Arimbi, menjadi pemateri dalam panel bertajuk “Revisiting the Sea”. Dalam kesempatan tersebut, Diah mempresentasikan makalah berjudul “The Fragrance of the Sea and the Soul of the Ocean: Indonesian Maritime Literature in the Making”.

Maritim dalam Sastra Indonesia

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kehidupan maritim di Indonesia merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Lagu anak-anak terkenal “Nenek Moyangku Seorang Pelaut” mencerminkan betapa kuatnya budaya maritim dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Laut dipandang bukan hanya sebagai pemisah, tetapi juga sebagai penghubung, memberikan makna yang mendalam dalam kehidupan budaya Indonesia.

Puisi “Laut” karya Zamawi Imron, yang ditulis pada tahun 1977, menyoroti bahwa kehidupan maritim masih banyak diabaikan. Namun, hampir lima dekade kemudian, laut kini menjadi primadona dengan dipublikasikannya Sastra Maritim pada tahun 2022. Karya sastra ini memeriksa bagaimana laut dipersepsikan, dipresentasikan, dan diekspresikan dalam sastra Indonesia dari masa ke masa.

Peran Laut dalam Karya Sastra Indonesia

Laut dan samudera telah beralih dari pinggiran ke pusat dalam tulisan para penulis Indonesia. Laut tidak hanya dianggap sebagai ruang geografis, tetapi juga sebagai entitas yang hidup, penuh makna dan kekuatan. Penulis seperti Hamka, Pramoedya Ananta Toer, Triyanto Triwikromo, dan Malwan Belgia telah berhasil menghidupkan laut dalam karya-karya mereka, memberikan dimensi baru dalam sastra maritim Indonesia.

Beberapa karya sastra Indonesia yang mengangkat tema maritim antara lain:

  • “Tenggelamnya Kapal van der Wijck” oleh Hamka (1938)
  • “Arus Balik” oleh Pramoedya Ananta Toer (1995)
  • “Laut Bercerita” oleh Leila S. Chudori (2017)
  • “Karapan Laut” oleh Mahwi Air Tawar (2017)
  • “Debur Ombak Memanggilmu Kembali” oleh Awi Chin (2023)

Ritual Maritim di Indonesia

Selain dalam sastra, laut juga menjadi ruang bagi ekspresi budaya dan religiusitas melalui berbagai ritual seperti Sedekah Laut, Labuhan, dan Petik Laut. Ritual-ritual ini diadakan di berbagai wilayah pesisir Indonesia, sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi Sedekah Laut, misalnya, diadakan setiap tahun di sejumlah daerah seperti Cilacap, Gunungkidul, Semarang, Demak, dan Banyuwangi.

Dalam ritual ini, masyarakat biasanya melakukan ziarah, menyiapkan sesaji, kirab, larung sesaji, dan pertunjukan seni tradisional. Sesaji yang disiapkan antara lain bunga harum seperti melati dan mawar, makanan tradisional, serta kepala kerbau atau kambing sebagai perlengkapan utama.

Kesimpulan

Laut dalam sastra dan budaya Indonesia bukan sekadar ruang geografis, tetapi juga entitas yang penuh makna, baik secara fisik maupun spiritual. Laut dapat menjadi pemisah yang memisahkan kekasih atau kehidupan dan kematian, namun juga bisa menjadi penghubung yang menyatukan orang dan ruang. Karya sastra dan ritual maritim mencerminkan betapa pentingnya laut dalam kehidupan masyarakat Indonesia, memberikan inspirasi dan imajinasi yang kaya.

Dengan pemahaman yang mendalam ini, diharapkan lebih banyak penelitian dan apresiasi terhadap sastra dan budaya maritim Indonesia.

source
https://unair.ac.id