The History of Pink in Fashion and Gender Identity

Warna merah muda memiliki peran yang signifikan dalam evolusi dunia fashion dan identitas gender. Seiring berjalannya waktu, warna ini tidak hanya menjadi bagian dari spektrum warna, tetapi juga mencerminkan simbol budaya yang berkembang sepanjang sejarah.

Pada abad ke-19, tidak ada perbedaan yang jelas dalam warna pakaian anak-anak terkait gender. Semua anak-anak, tanpa memandang jenis kelamin, sering mengenakan gaun putih sebagai simbol kepolosan. Namun, menjelang Perang Dunia I, muncul fenomena segregasi gender melalui warna, terutama merah muda dan biru.

Pada pertengahan abad ke-19, mulai terjadi identifikasi anak perempuan dengan warna merah muda. Perubahan pandangan warna ini terus berkembang seiring revolusi industri dan pertumbuhan dunia fashion pada awal abad ke-20. Hingga tahun 1950-an, warna merah muda menjadi sangat terkait dengan femininitas dan identitas perempuan.

Namun, era 1970-an mencatat perlawanan terhadap definisi gender yang kaku, memulai gerakan feminisme yang menekankan kebebasan ekspresi bagi perempuan. Warna merah muda, dalam konteks ini, menjadi simbol yang dipilih secara sadar untuk menggambarkan kesadaran akan identitas perempuan.

Meskipun demikian, warna merah muda juga menjadi sorotan dalam budaya konsumerisme, dianggap sebagai serangan budaya terhadap perempuan yang terpapar sejak usia dini. Hal ini memunculkan kritik terhadap stereotip gender yang membatasi perkembangan anak perempuan.

Sejarah warna merah muda mencerminkan dinamika kompleks antara mode, budaya, dan identitas gender. Dalam konteks modern, kita perlu terus menggali makna dan implikasi warna ini dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana warna ini memengaruhi persepsi kita terhadap gender, bagaimana hal itu memengaruhi perkembangan identitas, terutama anak-anak, dan bagaimana kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan yang sehat dan bebas dari stereotip gender yang membatasi.

Sejarah warna merah muda adalah cermin bagi kita untuk merenung tentang bagaimana membentuk masa depan yang lebih inklusif dan bebas dari batasan-batasan warna dan gender.

Oleh: Nasywa Kamilah Mahasiswa Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

source
https://unair.ac.id