Presidential and Vice Presidential Candidates Discuss Food Sovereignty

Ilustrasi visi-misi capres soal kedaulatan pangan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Dalam menyikapi visi-misi capres-cawapres yang telah mendaftar di KPU, terlihat adanya perhatian khusus terhadap permasalahan kedaulatan pangan di Indonesia. Semua pasangan calon menyadari adanya problematika dalam sektor pangan, yang merupakan kebutuhan dasar utama manusia, khususnya dalam negara dengan jumlah penduduk sebanyak 280 juta jiwa.

Data FAO tahun 2022 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki peringkat tertinggi di antara negara-negara ASEAN dalam hal kelaparan, dengan sekitar 5,9 persen dari total populasi mengalami kondisi tersebut. Meskipun angka ini lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara lain, tetap saja menjadi fokus perhatian dalam menjaga ketahanan pangan di tanah air.

Sebagai negara yang kaya akan kearifan lokal, Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pengelolaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Sistem pertanian tradisional, seperti ladang berpindah, irigasi sawah, dan pertanian berbasis laut, telah menjadi bagian integral dari budaya dan kearifan lokal.

Berbagai suku di Indonesia, seperti Toraja di Sulawesi Selatan dan Batak di Sumatera, memiliki praktik pertanian yang berkelanjutan dan teruji waktu. Mereka menerapkan tradisi pertanian yang menggabungkan berbagai jenis tanaman dalam satu lahan dan memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak.

Pentingnya kearifan lokal juga tercermin dalam cara suku-suku di Indonesia menyimpan dan mengawetkan makanan. Suku Dayak, misalnya, menggunakan teknik pengasapan ikan dan daging, sementara suku pesisir mengandalkan perahu tradisional dalam menangkap ikan. Pengetahuan mendalam tentang pasang surut laut dan pola alam sekitarnya menjadi modal utama bagi komunitas pesisir.

Namun, sejarah kedaulatan pangan di Indonesia juga mencatat dampak negatif dari kebijakan kolonial Belanda. Masa tersebut melibatkan penanaman tanaman ekspor seperti kopi, teh, karet, dan kakao, yang mengurangi lahan untuk pertanian lokal. Kebijakan pertanian monokultur, yang menanam satu jenis tanaman dalam skala besar, juga menyebabkan kekurangan keanekaragaman tanaman lokal.

Tantangan terkini seperti urbanisasi cepat dan pertumbuhan populasi tinggi memperumit upaya menjaga kedaulatan pangan. Lahan pertanian berkurang karena dikonversi menjadi permukiman atau industri, sementara pertumbuhan populasi menuntut peningkatan produksi pangan.

Untuk mengatasi tantangan ini, dibutuhkan pengembangan teknologi pertanian modern, seperti penggunaan pupuk yang tepat, metode irigasi yang efisien, dan inovasi dalam produksi pangan. Pemberdayaan petani dan nelayan melalui pendidikan dan pelatihan juga menjadi kunci dalam mencapai ketahanan pangan.

Pasangan calon presiden dan wakil presiden memiliki peran penting dalam menentukan kebijakan pangan ke depan. Dengan memanfaatkan kekayaan sejarah dan kearifan lokal, sambil menggabungkan teknologi dan inovasi modern, diharapkan mampu menciptakan sistem pertanian dan nelayan yang tahan lama dan dapat memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat.

Kita perlu menantikan apakah pasangan calon akan mengambil pelajaran dari sejarah dan budaya masyarakat ataukah mereka memiliki strategi baru dalam menangani masalah ketahanan pangan. Atau apakah hal ini hanya sebatas kampanye tanpa implementasi kebijakan yang konkret. Mari bersama-sama mencari jawaban atas tantangan ketahanan pangan di masa depan.

Oleh: Ikhsan Rosyid Mujahidul A. Dosen Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

source
https://unair.ac.id