A Unique Exploration in Dadang Ari Murtono's Latest Poetry Collection

COVER BUKU (-)

Sebuah perjalanan menelusuri jejak sapi dan hantu menjadi pengalaman tak terlupakan dalam kumpulan puisi terbaru karya Dadang Ari Murtono, berjudul “Sapi dan Hantu” (Penerbit Pelangi Sastra, 2022). Pemenang juara III Sayembara Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2021 ini menghadirkan pengalaman membaca yang menggoda imajinasi pembaca.

Dikemas dengan desain minimalis hitam putih yang menciptakan nuansa horor, buku ini segera mencuri perhatian dengan penggunaan diksi sapi dan hantu. Namun, seiring menjelajahi dua bagian kumpulan ini, pembaca diundang untuk merenung apakah sapi dan hantu dalam puisi ini benar-benar merujuk pada makhluk fana atau baka.

Bagian pertama, “Sapi,” membuka dengan gambaran patung sapi yang merenungkan takdirnya sebagai sesosok yang terbangun sebagai nandini, hewan mitologi yang menjadi kendaraan Dewa Siwa. Pengantar ini membuka ruang simbolik yang menarik, dan pembaca dibawa melalui puisi-puisi yang melibatkan berbagai tokoh, seperti bocah-bocah, remaja, dan tokoh tak jelas, yang membangun narasi yang kompleks.

Bagian kedua, “Hantu,” membawa pembaca pada jejak imaji hantu yang tak hanya merujuk pada keberadaan hantu itu sendiri, tetapi juga pada konteks menjadi hantu. Puisi-puisi seperti “cerita sutami” dan “kedung baya” menghadirkan sosok hantu dengan latar belakang historis lokal, menyinggung peristiwa pembantaian dan kepercayaan masyarakat Jawa.

Dalam kumpulan ini, terdapat iris-iris antara tradisi dan modern, klasik dan kontemporer, lokal dan nonlokal, serta fana dan baka. Konflik domestik yang dialami persona-manusia di dalamnya menciptakan dimensi yang menarik dan memikat.

Kata kunci seperti jagabaya, kiai, TKW, BTI (Barisan Tani Indonesia), dan PKI, menjadi elemen-elemen kaya dalam kumpulan puisi ini. Diksi lokal seperti sumberan, celaket, pacet, juga membangun konteks terhadap kelompok sosial yang ditandai.

Meskipun puisi-puisi ini bisa dibaca dengan bebas, konvensi naratif yang menonjol menciptakan wilayah di mana pembaca dapat meresapi teks ini layaknya prosa. Persona lirik dan konflik dalam teks ini menghadirkan narasi yang mengundang pembaca untuk menjelajahi jagat teks, di mana sapi dan hantu menjadi suara kecil di ujung kampung.

“Sapi dan Hantu” tidak hanya sebuah kumpulan puisi, tetapi juga sebuah perjalanan ke dalam realitas alternatif yang diwarnai oleh simbolisme dan narasi. Dengan judul yang menarik, Dadang Ari Murtono mampu menciptakan karya yang unik dan mengundang pembaca untuk memahami makna sapi dan hantu melampaui makna harfiahnya. (*)

Oleh: Nanda Alifya Rahmah Alumni Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

source
https://unair.ac.id