Pakarsajen PPK Team Visits Coconut Sugar Producers

Tim PPK Ormawa BSO Pakarsajen mengunjungi salah satu rumah produksi gula kelapa di Dusun Sanan, Desa Dayu, Kabupaten Blitar

Penulis: Azzahra Dewa I. | Editor: Ilma Arrafi Nafi’a

Tim PPK Pakarsajen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga kembali melangsungkan program kerjanya, setelah sukses mensosialisasikan inovasi produk olahan gula kelapa kepada ibu-ibu PKK Desa Dayu.

Pada Kamis (20/07) lalu, Tim PPK Ormawa BSO Pakarsajen mengunjungi salah satu rumah warga produsen gula kelapa di Desa Dayu tepatnya di Dusun Sanan. Dalam kunjungan itu, Tim PPK Pakarsajen sekaligus menjajal bagaimana mengolah nira kelapa hingga menjadi gula.

Sumilah (24) merupakan salah satu warga Dusun Sanan yang sehari-harinya mengolah nira kelapa untuk dijadikan gula. Layaknya dusun lain di Desa Dayu, Dusun Sanan memang memiliki cukup banyak perkebunan kelapa.

Bersama suaminya, Sumilah mengandalkan gula kelapa sebagai sumber penghasilan. Setiap pagi suaminya akan mencari nira kelapa yang akan diolah pada sore hari.

Sumilah tidak memasarkan hasil produksinya secara mandiri, melainkan menyerahkannya ke pengepul gula kelapa. Selanjutnya, gula kelapa akan didistribusikan ke berbagai pabrik untuk dijadikan bahan baku seperti sambal pecel, kecap, dan lain sebagainya.

Akan tetapi, ia tidak menolak apabila mendapat pesanan dari tetangga sekitar. Ibu satu orang anak ini mematok harga sama dengan yang ia terima dari pengepul.

“Yah, kadang-kadang ada warga sekitar yang pesan mbak, 2 kilo atau 3 kilo untuk hajatan bikin sambel pecel saya kasih. Harganya, iya, sama dengan ke pengepul, empat belas ribu lima ratus biasanya (perkilo gram).” tutur Sumilah

Dalam sekali pengolahan Sumilah dapat memproduksi hingga 10 kg gula kelapa yang dihasilkan dari 10 jerigen nira kelapa. Proses pengolahannya terbilang cukup sederhana meskipun memakan waktu yang lama.

Sumilah menghabiskan 4-6 jam untuk memasak nira kelapa di atas api hingga mengental. Pengolahannya masih tradisional, ia memanfaatkan tungku dan kayu bakar untuk memasak nira kelapa.

Saat direbus, nira kelapa tidak memerlukan proses pengadukan, hanya menjaga agar api terus menyala. Semakin besar api, waktu yang dibutuhkan untuk mengentalkan nira pun semakin cepat.

Setelah diangkat dari api, proses selanjutnya dinamakan nyicik yakni proses menggosok-gosokan nira kelapa yang mulai mengental di pinggiran wajan. Berdasarkan penuturan Sumilah, nyicik dapat mempercepat proses pengentalan gula kelapa dan menambah bobot gula kelapa yang dihasilkan.

Saat kekentalan nira dirasa cukup, selanjutnya nira dicetak dengan batok-batok kelapa dan dibiarkan hingga mengeras, sampai akhirnya dapat dilepas dari cetakan dan siap disetorkan ke pengepul.

Sumilah mengaku bahwa mengolah gula kelapa telah menjadi hal turun-temurun di keluarganya.

“Ya sejak suami lulus sekolah, mbak, tidak melanjutkan. Tapi gantiin bapak ambil nira itu. Dahulunya ibu yang mengolah, setelah (suami) menikah dengan saya, akhirnya saya yang melanjutkan. Tidak ada keahlian atau pengalaman lain, hanya keterampilan mengolah gula kelapa ini.” Pungkasnya.

Kegiatan ini turut mendukung FIB dalam mewujudkan SDG’s Poin 4 Quality Education, Poin 11 Sustainable Cities and Communities, dan Poin 17 yakni Partnership for the goals.

source
https://unair.ac.id